Bisnis Rasulullah SAW

Prinsip - Prinsip Bisnis Rasulullah SAW

Konsep perniagaan dalam Islam amat luas, tidak hanya terbatas pada
pencapaian material saja tetapi merupakan ibadah Fardhu Kifayah yang
dituntut Allah swt. Dalam melakukan ibadah ini manusia jangan
melakukan perbuatan yang mencemarkan kesuciannya. Jadi mereka harus
melakukannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh Islam.
(Syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 291). Nabi Muhammad telah
meletakkan dasar-dasar moral, manajemen dan etos kerja mendahului
zamannya dalam melakukan perniagaan. Dasar-dasar etika dan manajemen
bisnis tersebut telah mendapat legitimasi keagamaan setelah beliau
diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan
semakin mendapat pembenaran akademisi dipenghujung abad ke-20 atau
awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan,
pelayanan yang unggul, kompetensi, efisiensi, transparansi, semuanya
telah menjadi gambaran pribadi dan etika bisnis Nabi Muhammad SAW
ketika ia masih muda. (Yafie, 2003: 11-12).

Ada beberapa prinsip dan konsep yang melatarbelakangi keberhasilan
Rasulullah SAW dalam bisnis, prinsip-prinsip itu intinya merupakan
fundamental Human Etic atau sikap-sikap dasar manusiawi yang menunjang
keberhasilan seseorang. Menurut Abu Mukhaladun (1994:14-15) bahwa
prinsip-prinsip Rasulullah meliputi Shiddiq, Amanah dan fatanah.
Prinsip-prinsip itu adalah:

1. Shiddiq

Rasulullah telah melarang pebisnis melakukan perbuatan yang tidak
baik, seperti beberapa hal dibawah ini.

a. Larangan tidak menepati janji yang telah disepakati.

Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:
"berikanlah
kepadaku enam jaminan dari kamu, aku menjamin surga untuk kamu: 1)
berlaku benar manakala kamu berbicara, 2) tepatlah manakala kamu
berjanji…"(HR. Imam Ahmad dikutip dari Syeikh Abod dan Zamry Abdul
Kadir, 1991: 102)

b. Larangan menutupi cacat atau aib barang yang dijual.

Apabila kamu menjual, katakanlah: "tidak ada penipuan". (HR. Imam
Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a. dikutip dari Yusanto dan Muhammad
K.W, 2002:112)

Tidak termasuk umat Nabi Muhammad seorang penjual yang melakukan
penipuan dan tidak halal rezki yang ia peroleh dari hasil penipuan.

Bukanlah termasuk umatku, orang yang melakukan penipuan. (HR. Ibnu
Majah dan Abu Dawud melalui Abu Hurairah dikutip Yusanto dan Muhammad
K.W, 2002:112)

Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan hendaknya dia
menerangkan kekurangan (cacat) yang ada pada barang itu. (HR. Ahmad
dikutip dari Alma, 1994: 62)

c. Larangan membeli barang dari orang awam sebelum masuk ke pasar.

Rasulullah telah melarang perhadangan barang yang dibawa (dari luar
kota). Apabila seseorang menghadang lalu membelinya maka pemilik
barang ada hak khiyar (menuntut balik/membatalkan) apabila ia telah
sampai ke pasar (dan merasa tertipu). (Al-Hadits dikutip dari Alma,
1994: 70)

Rasulullah telah melarang membeli barang dari orang luar atau desa
dikarenakan akan terjadi ketidakpuasan, di mana pembeli akan membeli
dengan harga rendah dan akan dijual di pasar dengan harga tinggi
sehingga pembeli akan memperoleh untung yang banyak. Hal in merupakan
penipuan, padahal Rasulullah melarang bisnis yang ada unsur penipuannya.

Sedangkan larangan yang lainnya adalah larangan mengurangi timbangan
diterangkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Muthaffifin ayat 1-6 sebagai
berikut:

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,
Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari
(ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Muthaffifin
: 1-6)

Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu
selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan,
Sesungguhnya Aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan
Sesungguhnya Aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan
(kiamat)." (Huud: 84)

Penjual harus tegas dalam hal timbangan dan takaran. Mengenai ini Nabi
juga berkata yang artinya:

Tidak ada suatu kelompok yang mengurangi timbangan dan takaran tanpa
diganggu olah kerugian. (Al-Hadits, Dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28)

Nabi berkata kepada pemilik timbangan dan takaran:

"Sesungguhnya kamu telah diberi kepercayaan dalam urusan yang membuat
bangsa-bangsa terdahulu sebelum kamu dimusnahkan". (Al-Hadist, dikutip
dari Afzalurahman, 1997: 28)

Apabila sikap Shiddiq dilakukan oleh pelaku bisnis maka praktek bisnis
jahiliyah tidak akan terjadi, perbuatan penipuan dan sebagainya akan
terhapus.

2. Amanah

Amanah berarti tidak mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan
sebaliknya tidak boleh ditambah, dalam hal in termasuk juga tidak
menambah harga jual yang telah ditentukan kecuali atas pengetahuan
pemilik barang. Maka seorang yang diberi Amanah harus benar-benar
menjaga dan memegang Amanah tersebut, ayat tersebut adalah sebagai
berikut:

Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,(Al-Ahzab: 72)

Rasulullah memerintahkan setiap muslim untuk selalu menjaga Amanah
yang diberikan kepadaNya. Sabda Nabi akan hal ini yang artinya:

Tunaikanlah amanat terhadap orang yang mengamanatimu dan janganlah
berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu. (HR. Ahmad dan Abu
Dawud dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105)

Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:
"berikanlah kepadaku enam jaminan dari diri kamu, aku menjamin surga untuk kamu:
1) berlaku benar apabila kamu berbicara, 2) tepatlah manakala kamu
berjanji,
3) Tunaikanlah manakala kamu diamanahkan, 4) pejamkanlah mata kamu (dari yang di tengah),
5) peliharalah faraj kamu,
6) tahanlah tangan kamu". (HR. Imam Ahmad dikutip dari syeikh Abod dan
Zamry Abdul Kadir, 1991: 102)

Seseorang yang melanggar Amanah digambarkan oleh Rasulullah sebagai
orang yang tidak beriman. Bahkan lebih jauh lagi, Digambarkan sebagai
orang munafik. Sabda Nabi tentang hal ini:

Tidak beriman orang yang tidak memegang Amanah tidak ada agama orang
yang tidak menepati janji. (HR. Ad Dalimi Dikutip dari Yusanto dan
Muhammad K.W, 2002: 105)

Tanda orang munafik itu ada tiga macam: jika berbicara, ia berdusta;
jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi kepercayaan, dia
khianat. (HR. Ahmad dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105)

Seorang yang jujur dan amanah akan mendapatkan pahala dari Allah SWT
dan akan dimasukkan ke dalam surga bersama para Rasul dan orang yang
beriman, orang jujur seperti sabda Nabi SAW yang artinya:

Para pedagang yang jujur dan Amanah akan berada bersama para Rasul,
orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang jujur. Rizki Allah
terbesar pada (hambanya) ada dalam bisnis. (Al-Hadits dikutip dari
Raharjo, 1987: 17)

Sikap Amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap
Amanah diantaranya tidak melakukan penipuan, memakan riba, tidak
menzalimi, tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang
diharamkan, dan tidak memberikan komisi yang diharamkan. Hadis nabi
yang berkenaan dengan hal tersebut yang artinya:

a. Larangan memakan riba

Beliau (Nabi SAW) melaknat orang yang memakan riba, orang yang
menyerahkannya, para saksi serta pencatatnya. (HR. Ibnu Majah dari
Ibnu Mas'ud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 112)

b. Larangan melakukan tindak kezaliman

Seorang muslim terhadap sesama muslim adalah haram: harta bendanya,
kehormatannya, dan jiwanya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah Dikutip dari
Yusanto dan Muhammad K.W, 2000: 109)

c. Larangan melakukan suap

Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan.
(HR. Imam Abu Dawud dari Hurairah Dikutip dari Yusanto dan Muhammad
K.W, 2002: 108)

Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap. (HR. Imam Tirmidzi
dari Abdullah bin Amr Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108)

d. Larangan memberikan hadiah haram

Hadiah yang diberikan pada penguasa adalah ghulul (perbuatan curang).
(HR. Imam Ahmad dan Al-Baihaqi dari Abu Hamid As-Sunnah Saidi dari
`Ibbadh; Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108)

Hadiah yang diberikan kepada pejabat adalah suht (haram). (HR.
Al-Khatib dari Anas r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108)

e. Larangan memberikan komisi yang haram

Rasulullah mengutusku ka Yaman (sebagai penguasa daerah). Setelah aku
berangkat, beliau SAW, mengutus orang menyusulku. Aku pulang kembali.
Rasulullah SAW, bertanya kepadaku, "tahukah engkau, mengapa kau
mengutus orang menyusulmu? "janganlah engkau mengambil sesuatu untuk
kepentinganmu sendiri tanpa seizinku. (jika hal itu kamu lakukan) itu
merupakan kecurangan, dan barang siapa berbuat curang pada hari kiamat
kelak dibangkitkan dalam keadaan memikul beban kecurangannya. Untuk
itulah, engkau aku panggil dan sekarang berangkatlah untuk melakukan
tugas pekerjaanmu. (HR. Imam Tirmidzi dari Mu'adz bin Jabal r.a,
Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109)

Barang siapa yang kami pekerjakan untuk melakukan tugas dan kepadaNya
kami telah berikan rizki (yakni imbalan atas jerih payahnya) maka apa
yang diambil olehnya selain itu adalah suatu kecurangan. (HR. Imam Abu
Dawud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109)

Sikap amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap
itu bisa dimiliki jika dia selalu menyadari bahwa apapun aktivitas
yang dilakukan termasuk pada saat ia bekerja selalu diketahui oleh
Allah SWT. Sikap amanah dapat diperkuat jika dia selalu meningkatkan
pemahaman Islamnya dan istiqamah menjalankan syariat Islam. Sikap
amanah juga dapat dibangun dengan jalan saling menasehati dalam
kebajikan serta mencegah berbagai penyimpangan yang terjadi. Sikap
amanh akan memberikan dampak positif bagi diri pelaku, perusahaan,
masyarakat, bahkan negara. Sebaliknya sikap tidak amanah (khianat)
tentu saja akan berdampak buruk.

3. Fathanah

Fathanah berarti cakap atau cerdas. Dalam hal ini Fathanah meliputi
dua unsur, yaitu:

a. Fathanah dalam hal administrasi/manajemen dagang, artinya
hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas harus dicatat atau dibukukan
secara rapi agar tetap bisa menjaga Amanah dan sifat shiddiqnya.

Firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi
itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah
dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika
mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu,
Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian),
Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui
segala sesuatu. (Al Baqarah: 282)

b. Fathanah dalam hal menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang maupun harta.
Dalam hal fathanah ini Rasulullah
mencontohkan tidak mengambil untung yang terlalu tinggi dibanding
dengan saudagar lainya. Sehingga barang beliau cepat laku. (Abu
Mukhaladun, 1999: 15, syeikh Abod dan Zambry Abdul Kadir 1991:288).

Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi pemasaran
(kiat membangun citra). Menurut Afzalurahman (1997:168) kiat membangun
citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi: penampilan, pelayanan,
persuasi dan pemuasan.

· Penampilan, tidak membohongi pelanggan, baik menyangkut
besaran (kuantitas) maupun kualitas. Hadits nabi tentang hal ini yang
artinya:

Apabila dilakukan penjualan, katakanlah: "tidak ada penipuan". (HR. Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a, dikutip dari Dikutip dari
Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 112)

Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang
merugikan; Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah
kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan; (Asy-Syu'ara: 181-183)

Tidak ada suatu kelompok yang merugikan timbangan dan takaran tapa
diganggu oleh kerugian. (Al-Hadits dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28)

· Pelayanan, pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan
hendaknya diberi tempo untuk melunasinya. Selanjutnya, pengampunan
(bila memungkinkan) hendaknya diberikan jika ia benar-benar tidak
sanggup membayarnya.

· Persuasi, menjauhi sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu
barang.
Hadits nabi tentang hal in yang artinya:

Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus berkah. (HR. Bukhari dan Muslim dikutip dari Alma, 1994: 60)

· Pemuasan, hanya dengan kesempatan bersama, dengan suatu usulan dan penerimaan, penjualan akan sempurna.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
(An Nisaa': 29)

Dengan demikian sikap fathanah ini sangat penting bagi pebisnis,
karena sikap fathanah ini berkaitan dengan marketing , keuntungan
bagaimana agar barang yang dijual cepat laku dan mendatangkan
keuntungan, bagaimana agar pembeli tertarik dan membeli barang tersebut.

HIKMAH

Dari penjelasan diatas bisa kita petik suatu pelajaran yang berharga
bahwa prinsip-prinsip bisnis Rasulullah saw adalah Shiddiq, Amanah dan
Fathanah. Shiddiq adalah Suatu sikap yang jujur dan selalu berbuat
baik dan menghindari perbuatan seperti tidak menepati janji yang belum
atau telah disepakati, menutupi cacat atau aib barang yang dijual dan
membeli barang dari orang awam sebelum masuk ke pasar. Sedangkan sifat
amanah adalah tidak mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan
sebaliknya tidak boleh ditambah, dalam hal ini termasuk juga tidak
menambah harga jual yang telah ditentukan kecuali atas pengetahuan
pemilik barang. Amanah berarti tidak melakukan penipuan, memakan riba,
tidak menzalimi, tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang
diharamkan, dan tidak memberikan komisi yang diharamkan. Fathanah
berarti cakap atau cerdas. Dalam hal ini Fathanah meliputi dua unsur:
Fathanah dalam hal administrasi/manajemen dagang dan Fathanah dalam
hal menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang maupun
harta. Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi
pemasaran (kiat membangun citra). kiat membangun citra dari uswah
Rasulullah SAW meliputi: penampilan, pelayanan, persuasi dan pemuasan.

4. Tabligh

pedagang mesti bisa menyampaikan dengan jelas

1 komentar:

Ratih Fatma said...

saya hanya blogwalking>>
jika berniat liat blog saya kunjungin balik ya???>>

Post a Comment

 
 
Copyright © Belajar Ekonomi Islam
Designs By Sehat Dengan Olahraga