BI Ingin Kontrol Bank meski Ada OJK


Menjelang lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) pasrah. Jika paripurna DPR RI hari ini (20/10/2011) mengesahkan UU yang dibahas sejak 2002 tersebut, berakhir sudah era BI sebagai pengawas bank. Tugas yang diemban sejak 1953 itu pindah ke institusi baru nan powerfull.
Sebelum palu diketuk, BI membuat catatan tentang OJK dan hubungannya dengan bank sentral dalam mengendalikan moneter. BI merasa perlu memberikan masukan karena tidak pernah diikutsertakan dalam pembahasan. "Catatan ini dalam konteks kami tidak tahu isi draft final RUU OJK. Kami juga masih meraba-raba," kata Difi A Johansyah, Kepala Biro Humas BI, Rabu (25/10/2011).
Ada tiga hal yang menjadi sorotan BI. Pertama, mekanisme pengawasan BI terhadap bank sistemik dan prosedur mendapatkan informasi. Kedua, koordinasi dalam menjaga makro perekonomian. Ketiga, nasib pengawas BI. "Hal-hal konseptual seyogiayanya dirumuskan dalam UU, sedangkan petunjuk teknisnya diatur terperinci dalam aturan turunan," kata Ronald Waas, calon deputi gubernur BI, ikut menimpali.
BI mengingatkan, semua hal teknis menyangkut OJK, seperti kewenangan, struktur organisasi, mekanisme koordinasi, hingga pengambilan keputusan, harus tuntas dalam masa transisi. Jadi, ketika organisasi baru ini beroperasi penuh tak ada miskomunikasi antarlembaga.
Butuh kecepatan
Soal pengawasan terhadap bank berdampak sistemik, BI berharap ada keleluasaan mengakses langsung. Jadi, tidak perlu melewati birokrasi di OJK. "Sudah confirm BI tetap mengawasi bank-bank besar. Tapi, bagaimana cara dan prosedurnya, ini perlu diperjelas," katanya.
Menurut Difi, akses langsung diperlukan karena ketika mengambil kebijakan di saat-saat genting, BI tidak bisa menunggu. Misalnya, BI melakukan stabilisasi kurs untuk merespon gejolak pasar. BI butuh informasi yang cepat tentang kondisi bank sebelum bertindak. "Kami perlu tahu bank mana yang spekulan, melepas SUN, menimbun valas, atau kekeringan likuiditas. Kalau kita tidak bisa masuk langsung ke bank, ya, susah memutuskan,” katanya.
Bank berdampak sistemik menjadi acuan karena merekalah penentu industri. Ada sekitar 14 bank yang masuk kategori ini. BI juga merasa berhak mengetahui kondisi mereka agar kebijakan moneter sejalan dengan perkembangan industri.
Difi mencontohkan kebijakan pengendalian likuiditas. Andai BI tak mengetahui kondisi likuiditas, kebijakan BI malah bisa menjadi bumerang. "Misalkan ingin mengetatkan likuiditas, ternyata banyak bank lagi kesulitan, berbahaya," katanya.
Soal nasib pengawas, BI meminta tidak ada pemaksaan bagi pegawai BI untuk pindah ke OJK. Kalaupun harus pindah, menurut Sukamto, Sekjen Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI), OJK mesti memberikan kepastian karir dan remunerasi sebelumnya.
Santer beredar, gaji pengawas bank di OJK lebih rendah 40 persen dari yang diberikan BI. Informasi saja, total pengawas BI mencapai 834 orang.
Sumber KONTAN di pemerintah mengatakan, pembahasan OJK sudah mengakomodir semua keinginan BI, termasuk akses langsung ke bank berdampak sistemik. BI juga berhak meminta informasi apa pun terkait bank. Sistem koordinasi dan pembagian wewenang juga diatur secara rinci. OJK, misalnya, berhak memberikan izin bank, kantor cabang, mengatur kesehatan bank, melakukan fit and proper test pengurus bank, hingga pencabutan izin. Adapun, BI berhak mengawasi kurs, kredit, dan semua yang berhubungan dengan inflasi serta moneter.
Soal pegawai, sifatnya opsional. Mereka boleh memilih tetap di BI. Sumber KONTAN ini juga memastikan gaji menyesuaikan standar BI, bahkan bakal lebih tinggi.
Tapi, BI jangan terlalu cepat geer dulu. Meski berpengalaman, pengawas dari BI harus mengikuti seleksi pegawai OJK. "Pegawai BI atau Bapepam yang ke OJK, melalui proses seleksi," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo. OJK memiliki waktu hingga 2015 untuk melengkapi personelnya.

0 komentar:

Post a Comment

 
 
Copyright © Belajar Ekonomi Islam
Designs By Sehat Dengan Olahraga